GERIMIS SEPAGI INI
oleh Thoni Mukharrom I.A.
Perubahan Anda sudah disimpan.
kau masih tak lupa mengingatkanku untuk mandi
lalu makan, lalu tidur
seperti gerimis yang hendak meluncurkan sejuknya
ke mataku. jalan yang enggan menanpaki bekunya pagi
lalu tibatiba saja kau rebah di kepalaku
yang telah penuh oleh berbagai sampah plastik
janganjangan kau telah menjelma makhluk asing dari negeri asing
aku tak tahu, mungkin saja di sana jalan itu teramat dalam
kalau pun aku akan menjadi katak
tapi biarlah, kau telah bahagia
dan cinta kukira bukan hanya menghasilkan suka
kadang duka, namun tak ada duka sesungguhnya
selain cinta palsu.
haha
lalu aku akan menjadi batu
ditelan gerimis sepagi ini
lalu
membeku
lalu
kamu
lalu
aku
Rabu, 23 Mei 2012
Kamis, 29 Maret 2012
Puisi-puisi Thoni Mukharrom I.A. terbit di Sumut Pos edisi 25 maret 2012
Puisi-puisi Thoni Mukharrom I.A. terbit di Sumut Pos edisi 25 maret 2012
Berita Duka
Pagi ini aku membaca berita duka di koran. Banyak yang mengucapkan, dari partai politik sampai toko swalayan. Tak lupa ada sisipan iklan. Kasihan, sang poto terduka dihimpit logo si pengucap. Dua halaman penuh. Karangan bunga berhimpit pula di rumahnya. Di balik air mata, mereka seperti ingin berpesta. Atau aku yang salah baca.
5 Maret 2012
TENTANG JARAK, RUANG DAN WAKTU
ingin aku menajamkan mata
melihat kamu yang berumah bayang
di balik kabut ruang
memanggilku dengan rasa
kalaulah jalan adalah rumah yang kejam
mengapa setiap pertemuan selalu di jalan
tempat kita tahu bagaimana mencintai hujan
di malam dingin penuh hitam
sejak kutahu bahwa malam akan selalu hitam
dan pagi tak benar-benar terang
aku pikir, duniakah yang sekejam ini?
berbaris bangkaibangkai peradaban
katakata menyuarakan keadilan
namun kau tak benarbenar baring di pangkuku, sayang
datanglah, malam ini aku sangat rindu padamu, pada suaramu, pada bayangmu
pada rindu itu sendiri, pada ketidakpedulianmu
mungkin kau tak akan pernah suka puisi
tapi aku akan tetap membuatnya
karena ini akan menemani akukamu
dalam jarak dan rindu yang syahdu.
Feb, 29022012
Di Sungai Bagan dan Seorang Kasih yang Enggan Dikisahkan
Harum dupa menggerogoti napas, disela-sela bisikan orang yang lelah menganakkan airmata.
Dengan memberi kepulan asap, kau datang, sayang.
Lilin merah telah dinyalakan. Senja luluh di balik gunung di ujung lautan. Perahu bergoyang, meriak ombak hidup--yang semakin memuakkan.
-di tubuhku tersimpan rumah tua dengan lumut yang tak mampu mengalamatkan kapan ia didirikan-
jejak, sajak dan prenjak menyanyikan damai yang hanya ada di mimpi manusia. Datanglah kau kasih dengan senyum pegawai swalayan, membisikiku kisah. Kisah yang tak ada pendengaran mampu mendengarkan, kecuali dengan kesedihan.
Malam mulai menelanjangi perawan yang kemalaman di jalan. Daun ditumbuhi embun, menceritakan betapa bara tadi siang. Dan kau masih berbisik. Memaksaku mendengarnya. Memaksaku menelannya. Hingga bocor air yang kusimpan di ujung mata.
Lasem, 24022012
Berita Duka
Pagi ini aku membaca berita duka di koran. Banyak yang mengucapkan, dari partai politik sampai toko swalayan. Tak lupa ada sisipan iklan. Kasihan, sang poto terduka dihimpit logo si pengucap. Dua halaman penuh. Karangan bunga berhimpit pula di rumahnya. Di balik air mata, mereka seperti ingin berpesta. Atau aku yang salah baca.
5 Maret 2012
TENTANG JARAK, RUANG DAN WAKTU
ingin aku menajamkan mata
melihat kamu yang berumah bayang
di balik kabut ruang
memanggilku dengan rasa
kalaulah jalan adalah rumah yang kejam
mengapa setiap pertemuan selalu di jalan
tempat kita tahu bagaimana mencintai hujan
di malam dingin penuh hitam
sejak kutahu bahwa malam akan selalu hitam
dan pagi tak benar-benar terang
aku pikir, duniakah yang sekejam ini?
berbaris bangkaibangkai peradaban
katakata menyuarakan keadilan
namun kau tak benarbenar baring di pangkuku, sayang
datanglah, malam ini aku sangat rindu padamu, pada suaramu, pada bayangmu
pada rindu itu sendiri, pada ketidakpedulianmu
mungkin kau tak akan pernah suka puisi
tapi aku akan tetap membuatnya
karena ini akan menemani akukamu
dalam jarak dan rindu yang syahdu.
Feb, 29022012
Di Sungai Bagan dan Seorang Kasih yang Enggan Dikisahkan
Harum dupa menggerogoti napas, disela-sela bisikan orang yang lelah menganakkan airmata.
Dengan memberi kepulan asap, kau datang, sayang.
Lilin merah telah dinyalakan. Senja luluh di balik gunung di ujung lautan. Perahu bergoyang, meriak ombak hidup--yang semakin memuakkan.
-di tubuhku tersimpan rumah tua dengan lumut yang tak mampu mengalamatkan kapan ia didirikan-
jejak, sajak dan prenjak menyanyikan damai yang hanya ada di mimpi manusia. Datanglah kau kasih dengan senyum pegawai swalayan, membisikiku kisah. Kisah yang tak ada pendengaran mampu mendengarkan, kecuali dengan kesedihan.
Malam mulai menelanjangi perawan yang kemalaman di jalan. Daun ditumbuhi embun, menceritakan betapa bara tadi siang. Dan kau masih berbisik. Memaksaku mendengarnya. Memaksaku menelannya. Hingga bocor air yang kusimpan di ujung mata.
Lasem, 24022012
Langganan:
Postingan (Atom)