Jumat, 07 Oktober 2016

Siapa yang Peduli

Siapa yang Peduli

ketika semua orang merasa biasa
melihat kota ini berlari menuju kota industri
ketika banyak pemuda pengangguran kecuali yang punya uang dan kenalan

hutan jati akan berganti
bukit kapur akan berubah
namun semua pasrah
demi janji pembangunan

setelah sekian lama
dimana janji itu
seolah berterbangan dengan debu

ketika generasi muda dirusak narkoba
minuman keras dan sebagainya
akan kemana kota ini
ketika semua sudah tak peduli

daripada pusing aku berangkat ke warung kopi
menenggak secangkir kopi dengan pelayan seksi
ngobrol sana sini
sampai malam
sampai larut malam

Tahun-tahun kenangan


Tahun tahun Kenangan

bulan tenggelam di tengah malam
hujan menyambar daundaun penuh debu
suara rintik berirama mengantarkan ke masa lalu

pada kenangan ke berapa aku selalu teringat
tahun tahun berlalu secepat kilat
usia tak terasa sudah begitu renta
seperti sebatang pohon mangga tua tinggal ranting kering tak menerbitkan buah

pernah kurangkai mimpi setinggi tiang bendera
telah menguning dimakan waktu
tak pernah berkibar
hanya terongok lesu dalam lipatan di lemari

detik jam dinding semakin keras
keriput kulit dan putih rambut
menandakan betapa waktu mengambil segalanya
yang terus berputar dan berganti

namun selama cinta masih di hati
sesaat akan terasa abadi

Berjalan ke Selatan

Berjalan ke Selatan

ketika kuberjalan ke selatan
udara yang dulu bersih kini berdebu
jajaran bukit kapur telah hilang
berganti danau dengan air kotor

di musim hujan banjir melanda
saat kemarau sungai mengering
tanah tak lagi mau menampung air
pohon tak lagi mau tumbuh

saat kuberjalan ke selatan
kulihat banyak pemuda ramai di warung
orang tua duduk dengan tatapan kosong
mereka sudah bosan setiap hari mendengar kabar duka

hutan yang dulu lebat berganti beton
mengeluarkan asap dan panas
betapa kemajuan berganti kemiskinan

aku berhenti di sebuah musala sepi
memandang padang pasir
membersihkan debu
merapikan baju

kotaku telah dikhianati
seperti gadis belia yang ditinggal pergi
kini setiap orang saling menyalahkan
berebut menjadi pahlawan
mengapa tak dari dulu
sebelum mereka dengan beringas mengeruk bukit kapur itu!

Selasa, 06 September 2016

Debu Depan Rumah

Jika malam terlalu menusuk
Pejamkan matamu dalam dekapan
Bantal biar ia tak beku
Lalu ingatlah aku
Dalam rajutan sepi dan barisan puisi

Paru paru telah disesaki rupa rupa debu
Bukit kapur telah hilang dimasukkan karung
Sedang aku harus melihatnya
Tanpa bisa berbuat apa apa
Kecuali merawat pohon kersen depan rumah
Biar angin betah berada di bawahnya

Betapa sakitnya tak berada di sampingmu
Betapa kejamnya rindu
Yang selalu kuhirup bersama debu
Lalu menyisakan bayangmu

Kupingku sakit
Mendengar suara truk yang tiada henti hentinya berlalu lalang di kepala
Jalan aspal rusak dan berlubang
Seperti hatiku saat kau pergi bersama
Lelaki busuk beberapa hari lalu

Tiada lagi yang mesti kuharapkan
Semua telah pergi
Menjauh setelahku jatuh
Dan aku harus melihatnya
Bersama kamu
Rindu yang menyaru debu

Senin, 05 September 2016

Begitu Juga Rindu

Begitu Juga Rindu

pantai telah penuh plastik jalan berlubang dan debu menyebar
segala janji menumpuk di pengepul rongsokan

pantai penuh kotoran
bau ikan kering dan bangkai tikus
bergelimpangan

angin musim panas begitu kering
dingin namun panas suaranya keras
pohon waru mendadak layu
begitu juga rindu

seperti menunggu antrian di kantor pemerintah mengurus identitas
dengan petugas berwajah judes
berbalik dengan petugas bank atau pegawai swalayan

begitu juga rindu
ia datang tak pandang waktu
seperti deburan ombak yang tiba-tiba
membasahi kaki lalu hati

begitu juga rindu
melayang-layang
dalam bayangan
tumbuh dalam ingatan

Jumat, 02 September 2016

Tahun-tahun kenangan


Tahun tahun Kenangan

bulan tenggelam di tengah malam
hujan menyambar daundaun penuh debu
suara rintik berirama mengantarkan ke masa lalu

pada kenangan ke berapa aku selalu teringat
tahun tahun berlalu secepat kilat
usia tak terasa sudah begitu renta
seperti sebatang pohon mangga tua tinggal ranting kering tak menerbitkan buah

pernah kurangkai mimpi setinggi tiang bendera
telah menguning dimakan waktu
tak pernah berkibar
hanya terongok lesu dalam lipatan di lemari

detik jam dinding semakin keras
keriput kulit dan putih rambut
menandakan betapa waktu mengambil segalanya
yang terus berputar dan berganti

namun selama cinta masih di hati
sesaat akan terasa abadi