Oleh: Thoni Mukarrom
MALAM
itu seluruh ruangan penuh darah. Tangisan anak saya memenuhi pojok kamar. Tidak
seorang pun bisa membuat kami tenang. Di sana ada segerombol kelelawar. Kulihat
perlahan berubah jadi drakula. Saya heran, mengapa di Indonesia ada drakula?
Drakula 1
Tangisan anak saya tidak berhenti.
Istri saya yang tergeletak lesu di atas ranjang tergolek pasrah. Darah yang
ia keluarkan sudah berliter-liter. Anak saya juga kekurangan darah. Petugas
rumah sakit tak kunjung mendapat darah. Anak saya memiliki golongan darah yang
jarang dimiliki orang lain, AB. Saya mencari darah di PMI. Para petugas di sana
menggelengkan kepala. Tak ada yang bisa membantu saya. Kata salah satu petugas
PMI setelah saya desak, katanya stok darah AB habis. Dia menyarankan saya mencari
di Surabaya. Jauh sekali. Padahal tempatku berdiri sekarang di ujung pantai
utara, perbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Saya sudah tidak tahu, akankah
istri dan anak saya bisa terselamatkan. Apa persediaan darah habis karena ada
drakula? Ah, mungkin.
Peristiwanya
sudah terlewat sebulan lalu. Saat saya melepas lelah di teras rumah. Saya
melihat segerombol kelelawar lewat di atap rumah. Satu per satu kelelawar
mendarat di sebuah bukit belakang rumah. Perlahan moncong kelelawar berubah
jadi sesosok manusia. Sayapnya jadi jas, bulu-bulunya jadi rambut yang sudah
tersisir rapi, seperti mempelai pria di acara pernikahan. Saya kaget melihat
hal janggal itu.
“Dik, tadi saya melihat kelelawar-kelelawar
itu jadi drakula.”
“Mas,
jangan nakut-nakuti gitu to.”
“Beneran,
Dik. Saya tadi lihat kelelawar itu jadi drakula seperti di film-film itu lo.”
“Mungkin
itu imajinasi Mas saja. Mana mungkin di negara kita ada drakula? Kalaupun ada
itu di Inggris, di negara awal tempat drakula tercipta.”
“Tapi
benar, Dik. Mas tadi tidak berimajinasi. Mas lihat dengan mata sendiri.
Kelelawar itu jadi manusia bertaring dan memakai jas.”
“Mas
kecapekan kali. Tidur saja dulu. Tadi saya juga melihat kelelawar itu. Tapi ya
mereka kelelawar, tikus bersayap. Tidak menjadi drakula.” Sambil membetulkan
tempat tidur saya. “Tidur dulu, Mas, jangan mikir aneh-aneh. Kasihan anak kita
yang di dalam perut ini.”
“Baik,
Dik.”
Drakula-drakula
itu mendatangi rumah saya. Mereka mencari istri saya. Saya tidak bisa berbuat
apa-apa. Drakula itu mengeluarkan taring serigalanya. Mencekik istri saya yang
tertidur pulas. Mereka mengeluarkan paksa anak saya. Perut istri saya terburai.
Ususnya menjalar keluar dengan darah segar. Mereka ngokop darah itu dengan lahap, seperti musafir menemukan air. Tak
cukup itu, mereka mengisap darah anak saya. Keluarlah darah segar anak saya,
muncrat seperti pancuran air di tengah pertigaan jalan. Aku heran, mengapa
mereka tak mengisap darah saya. Padahal saya juga punya darah segar. Drakula
berandal itu hanya mencium bau saya, lalu mengikat saya di pojok kamar. Setelah
menghabisi istri dan anak saya, drakula berubah jadi kelelawar lagi. Pergi
dengan perut kenyang. Meninggalkan jasad dan seorang tak berdaya di pojok
ruangan.
“Mas,
bangun, Mas.”
“Ngngngn..hmem.”
“Kenapa
Mas tadi teriak memanggil saya? Saya di sini, Mas. Mas mimpi apa?”
“Tidak
apa-apa, Dik. Mas tidur lagi ya.”
Sesederhanakah itu? Bagaimana cinta seorang suami kepada
istrinya yang dicintai. Saat tak berdaya melihat bagaimana seorang ayah harus
menyelamatkan anak dan istri. Saat tak ada sedikit pun bantuan, saya yakin Tuhan sedang
ikut campur. Saya pasrahkan saja semua.
Dan memang saya harus bersikap seperti itu; usaha telah saya usahakan. Apakah
istri saya percaya begitu saja dengan apa yang telah saya sampaikan. Terkadang
memang harus berbohong demi kebaikan.
Drakula 2
Usia
kandungan istri saya telah mencapai tujuh bulan. Suatu malam istri saya
mengelus perutnya yang sakit. Ia merintih nyeri. Saya membawanya ke klinik
terdekat. Pihak klinik tak sanggup menangani. Saya disarankan membawanya ke
rumah sakit. Di rumah sakit, istri saya makin merasakan rasa sakit yang tak
tertahankan lagi. Anak manusia itu menendang perut sang ibu. Istri saya menarik
nafas, turun-naik, tak tertahankan. Darah keluar dari bawah perut. Dokter
menyarankan saya secepatnya mencari darah. Saya tanya ke pihak rumah sakit, tak
ada persediaan. Saya disarankan ke PMI. Di sana petugas jaga hanya tinggal dua
orang. Mereka menggelengkan kepala. Tak
banyak yang mereka katakan. Saya disuruh membeli ke Surabaya.
Tak
banyak yang saya lakukan. Hanya memohon kepada Zat Yang Maha membantu.
Mudah-mudahan drakula itu sudah pergi dari kunjungannya di kotaku.
Saya
kembali ke rumah sakit. Di sana anak saya sudah lahir dengan selamat. Kata
dokter saya disuruh segera mencari darah AB. Saya tak punya waktu banyak. Saya
kembali ke PMI. Di sana hanya ada petugas keamanan yang ngantuk sambil nonton
TV. Saya langsung berkata perihal kedatangan saya.
“Saya
sangat membutuhkan darah itu, Pak,” kata saya memohon.
“Darahnya
sudah habis, Pak. Maaf.”
“Pak,
saya mohon sekali.” Setelah saya desak beberapa kali akhirnya petugas
keamanan menunjukkan petugas yang bisa membantu saya. Saya pergi menemuinya segera.
Setelah
basi-basi sejenak, petugas itu mengambil darah yang saya butuhkan. Lalu saya
memberinya imbalan. Saya langsung kembali ke rumah sakit membawa oleh-oleh dua
kantong darah. Dokter jaga langsung mengalirkan darah tersebut ke anak
dan istri saya. Anak dan istri saya akhirnya terselamatkan.
Drakula 3
“Kamu
minta darah padaku?” tanya Drakula.
“Iya,
tolong saya,” jawab lelaki kurus.
“Ha-ha-ha!!
Apa kau sudah gila? Minta darah pada Drakula?”
“Tolong
saya. Saya tidak tahu lagi ke mana mencarinya. Surabaya jauh. Saya takut istri
dan anak saya tidak terselamatkan.”
“Kalau
begitu darah kamu yang kuisap. Nanti kamu bisa memberinya ke istri dan anak
kamu.”
“Apa
tidak ada cara lain?”
“Tidak,
hanya itu. Aku sudah beberapa hari ini tidak mengisap darah. Kamu datang tepat
waktu.”
“Baiklah,
jika itu yang bisa menyelamatkan anak dan istriku. Silakan isap darah saya.”
“Baiklah,
tunggu sebentar,” Drakula mengasah gigi agar lebih mudah mengisap darah lelaki
itu. Juga bertujuan tidak menyakiti orangnya.
Darah
sudah terkumpul dua kantong. Lelaki kurus terbujur kaku di lantai. Darahnya sudah
tersedot habis. Drakula membawa dua kantong darah tersebut ke rumah sakit.
Entah, tidak ada orang yang curiga atas kehadirannya. Ternyata Drakula berubah
wujud seperti lelaki kurus yang baru saja diisap darahnya.
***
Suminah
mencari-cari suaminya. Anak yang mereka idam-idamkan sudah lahir dengan
selamat. Tapi Suminah tak tahu keberadaan sang suami. Dia terus berteriak ke
lorong-lorong rumah sakit. Berharap suaminya yang tertidur pulas bangun. Pagi
sudah menjemput. Suminah tidak mendapati suaminya. Hingga pagi benar-benar
tiba. Suminah lupa anaknya yang menangis di bilik rumah sakit.
Tuban,
20062011
Pernah dimuat Majalah Mayara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar