Senin, 23 Maret 2015

Darah




Oleh: Thoni Mukarrom

MALAM itu seluruh ruangan penuh darah. Tangisan anak saya memenuhi pojok kamar. Tidak seorang pun bisa membuat kami tenang. Di sana ada segerombol kelelawar. Kulihat perlahan berubah jadi drakula. Saya heran, mengapa di Indonesia ada drakula?

Drakula 1
            Tangisan anak saya tidak berhenti. Istri saya yang tergeletak lesu di atas ranjang tergolek pasrah. Darah yang ia keluarkan sudah berliter-liter. Anak saya juga kekurangan darah. Petugas rumah sakit tak kunjung mendapat darah. Anak saya memiliki golongan darah yang jarang dimiliki orang lain, AB. Saya mencari darah di PMI. Para petugas di sana menggelengkan kepala. Tak ada yang bisa membantu saya. Kata salah satu petugas PMI setelah saya desak, katanya stok darah AB habis. Dia menyarankan saya mencari di Surabaya. Jauh sekali. Padahal tempatku berdiri sekarang di ujung pantai utara, perbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Saya sudah tidak tahu, akankah istri dan anak saya bisa terselamatkan. Apa persediaan darah habis karena ada drakula? Ah, mungkin.
            Peristiwanya sudah terlewat sebulan lalu. Saat saya melepas lelah di teras rumah. Saya melihat segerombol kelelawar lewat di atap rumah. Satu per satu kelelawar mendarat di sebuah bukit belakang rumah. Perlahan moncong kelelawar berubah jadi sesosok manusia. Sayapnya jadi jas, bulu-bulunya jadi rambut yang sudah tersisir rapi, seperti mempelai pria di acara pernikahan. Saya kaget melihat hal janggal itu.
             “Dik, tadi saya melihat kelelawar-kelelawar itu jadi drakula.”
            “Mas, jangan nakut-nakuti gitu to.”
            “Beneran, Dik. Saya tadi lihat kelelawar itu jadi drakula seperti di film-film itu lo.”
            “Mungkin itu imajinasi Mas saja. Mana mungkin di negara kita ada drakula? Kalaupun ada itu di Inggris, di negara awal tempat drakula tercipta.”
            “Tapi benar, Dik. Mas tadi tidak berimajinasi. Mas lihat dengan mata sendiri. Kelelawar itu jadi manusia bertaring dan memakai jas.”
            “Mas kecapekan kali. Tidur saja dulu. Tadi saya juga melihat kelelawar itu. Tapi ya mereka kelelawar, tikus bersayap. Tidak menjadi drakula.” Sambil membetulkan tempat tidur saya. “Tidur dulu, Mas, jangan mikir aneh-aneh. Kasihan anak kita yang di dalam perut ini.”
            “Baik, Dik.”
            Drakula-drakula itu mendatangi rumah saya. Mereka mencari istri saya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Drakula itu mengeluarkan taring serigalanya. Mencekik istri saya yang tertidur pulas. Mereka mengeluarkan paksa anak saya. Perut istri saya terburai. Ususnya menjalar keluar dengan darah segar. Mereka ngokop darah itu dengan lahap, seperti musafir menemukan air. Tak cukup itu, mereka mengisap darah anak saya. Keluarlah darah segar anak saya, muncrat seperti pancuran air di tengah pertigaan jalan. Aku heran, mengapa mereka tak mengisap darah saya. Padahal saya juga punya darah segar. Drakula berandal itu hanya mencium bau saya, lalu mengikat saya di pojok kamar. Setelah menghabisi istri dan anak saya, drakula berubah jadi kelelawar lagi. Pergi dengan perut kenyang. Meninggalkan jasad dan seorang tak berdaya di pojok ruangan.
            “Mas, bangun, Mas.”
            “Ngngngn..hmem.”
            “Kenapa Mas tadi teriak memanggil saya? Saya di sini, Mas. Mas mimpi apa?”
            “Tidak apa-apa, Dik. Mas tidur lagi ya.”
Sesederhanakah itu? Bagaimana cinta seorang suami kepada istrinya yang dicintai. Saat tak berdaya melihat bagaimana seorang ayah harus menyelamatkan anak dan istri. Saat tak ada sedikit pun bantuan, saya yakin Tuhan sedang ikut campur.  Saya pasrahkan saja semua. Dan memang saya harus bersikap seperti itu; usaha telah saya usahakan. Apakah istri saya percaya begitu saja dengan apa yang telah saya sampaikan. Terkadang memang harus berbohong demi kebaikan.

Drakula 2
            Usia kandungan istri saya telah mencapai tujuh bulan. Suatu malam istri saya mengelus perutnya yang sakit. Ia merintih nyeri. Saya membawanya ke klinik terdekat. Pihak klinik tak sanggup menangani. Saya disarankan membawanya ke rumah sakit. Di rumah sakit, istri saya makin merasakan rasa sakit yang tak tertahankan lagi. Anak manusia itu menendang perut sang ibu. Istri saya menarik nafas, turun-naik, tak tertahankan. Darah keluar dari bawah perut. Dokter menyarankan saya secepatnya mencari darah. Saya tanya ke pihak rumah sakit, tak ada persediaan. Saya disarankan ke PMI. Di sana petugas jaga hanya tinggal dua orang. Mereka  menggelengkan kepala. Tak banyak yang mereka katakan. Saya disuruh membeli ke Surabaya.
            Tak banyak yang saya lakukan. Hanya memohon kepada Zat Yang Maha membantu. Mudah-mudahan drakula itu sudah pergi dari kunjungannya di kotaku.
            Saya kembali ke rumah sakit. Di sana anak saya sudah lahir dengan selamat. Kata dokter saya disuruh segera mencari darah AB. Saya tak punya waktu banyak. Saya kembali ke PMI. Di sana hanya ada petugas keamanan yang ngantuk sambil nonton TV. Saya langsung berkata perihal kedatangan saya.
            “Saya sangat membutuhkan darah itu, Pak,” kata saya memohon.
            “Darahnya sudah habis, Pak. Maaf.”
            “Pak, saya mohon sekali.” Setelah saya desak beberapa kali akhirnya petugas keamanan menunjukkan petugas yang bisa membantu saya. Saya pergi menemuinya segera.
            Setelah basi-basi sejenak, petugas itu mengambil darah yang saya butuhkan. Lalu saya memberinya imbalan. Saya langsung kembali ke rumah sakit membawa oleh-oleh dua kantong darah. Dokter jaga langsung mengalirkan darah tersebut ke anak dan istri saya. Anak dan istri saya akhirnya terselamatkan.

Drakula 3
            “Kamu minta darah padaku?” tanya Drakula.
            “Iya, tolong saya,” jawab lelaki kurus.
            “Ha-ha-ha!! Apa kau sudah gila? Minta darah pada Drakula?”
            “Tolong saya. Saya tidak tahu lagi ke mana mencarinya. Surabaya jauh. Saya takut istri dan anak saya tidak terselamatkan.”
            “Kalau begitu darah kamu yang kuisap. Nanti kamu bisa memberinya ke istri dan anak kamu.”
            “Apa tidak ada cara lain?”
            “Tidak, hanya itu. Aku sudah beberapa hari ini tidak mengisap darah. Kamu datang tepat waktu.”
            “Baiklah, jika itu yang bisa menyelamatkan anak dan istriku. Silakan isap darah saya.”
            “Baiklah, tunggu sebentar,” Drakula mengasah gigi agar lebih mudah mengisap darah lelaki itu. Juga bertujuan tidak menyakiti orangnya.
            Darah sudah terkumpul dua kantong. Lelaki kurus terbujur kaku di lantai. Darahnya sudah tersedot habis. Drakula membawa dua kantong darah tersebut ke rumah sakit. Entah, tidak ada orang yang curiga atas kehadirannya. Ternyata Drakula berubah wujud seperti lelaki kurus yang baru saja diisap darahnya.

***
            Suminah mencari-cari suaminya. Anak yang mereka idam-idamkan sudah lahir dengan selamat. Tapi Suminah tak tahu keberadaan sang suami. Dia terus berteriak ke lorong-lorong rumah sakit. Berharap suaminya yang tertidur pulas bangun. Pagi sudah menjemput. Suminah tidak mendapati suaminya. Hingga pagi benar-benar tiba. Suminah lupa anaknya yang menangis di bilik rumah sakit.




Tuban, 20062011
Pernah dimuat Majalah Mayara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar